Jejaring yang Tak Tampak
Kehidupan manusia di dunia seolah-olah berjalan sendiri-sendiri, apalagi di tengah era modern seperti sekarang ini. Individualis, praksis dan apatis seolah menjadi sifat yang wajar dalam kehidupan masyarakat modern. Terkadang kita lupa bahwa pada dasarnya manusia diciptakan berkelompok, manusia sebagai makhluk social yang tidak bisa hidup tanpa uluran tangan orang lain.
Tetapi terkadang Tuhan memiliki cara sendiri untuk mengingatkan manusia. Alam semesta, produk paling luar biasa dari Tuhan, memiliki berbagai cara untuk mencari keseimbangannya. Apa yang akan saya kemukakan kali ini terlihat seperti sesuatu yang tidak ada hubungannya, tapi saya sangat meyakini bahwasanya segala sesuatu yang ada di dunia ini saling terhubung satu sama lain dengan cara yang unik, aneh, mustahil dan apapun itu.
Tsunami di Jepang pada bulan Maret 2011 yang lalu, mungkin bisa kita jadikan sebagai suatu contoh hubungan tersebut. Saya ingat betul ketika pertama kali bencana itu terjadi hal yang paling saya khawatirkan adalah industri otomotif Jepang akan kolaps – yang mana saya bekerja di salah satu pabrik otomotif Jepang - . Tetapi ternyata minggu-minggu awal setelah bencana itu terjadi, perusahaan tempat saya bekerja tidak mengeluarkan informasi apapun mengenai kemungkinan industri ini akan mengalami dampak lanjutan. Beberapa ekspat Jepang yang sempat saya tanyai mengatakan bahwa letak pabrik-pabrik mereka di Jepang sana terletak jauh dari lokasi bencana itu terjadi. Setidaknya penjelasan mereka sedikit bisa menenangkan hati.
Namun apa yang terjadi selang beberapa minggu kemudian, nampaknya menjawab kekhawatiran saya tersebut. Salah satu perusahaan pesaing yang juga berasal dari Jepang telah meliburkan karyawannya dalam waktu yang belum ditentukan. Kebijakan ini mereka ambil sebagai akibat dari berkurangnya pasokan parts dari Jepang. Entah apa penyebabnya, apakah pabrik tempat dimana parts tersebut dibuat mengalami kerusakan? Atau ada faktor lain saya kurang begitu tahu. Satu hal yang pasti, karyawan tempat saya bekerja mulai resah mendengar berita tersebut
.
.
Seminggu kemudian, suasana kerja di pabrik masih normal-normal saja, lembur sabtu masih berlanjut. Namun tiba-tiba di pertengahan minggu muncul pengumuman bahwa stock parts untuk perakitan yang langsung didatangkan dari Jepang, ternyata tidak mencukupi untuk kebutuhan produksi bulanan tempat kami. Hal ini disebabkan oleh pemadaman bergilir yang diterapkan oleh pemerintah Jepang sebagai akibat dari lumpuhnya salah satu reaktor nuklir PLTN Fukushima. Suatu hal yang wajar terjadi, mengingat bagaimana Jepang begitu mengandalkan teknologi Nuklir tersebut sebagai sumber listriknya.
Dari sinilah dampak yang lebih signifikan begitu terasa, bermula dari pengurangan hari kerja, semula 5 hari kerja + 1 hari lembur menjadi 3 hari kerja, kemudian perusahaan mulai merumahkan karyawan-karyawan yang berposisi sebagai support produksi, dan yang paling berat adalah tidak memperpanjang kontrak bagi karyawan kontrak!
Ada satu hal yang membuat saya sedih, ketika atasan saya mengumumkan hal tersebut di hadapan operator produksi, saya mendapati berbagai ekspresi wajah yang begitu mengharukan. Salah satu diantaranya adalah karyawan kontrak yang kontraknya akan habis bulan Mei nanti. Berhubung ada kejadian seperti ini maka secara otomatis kontrak dia tidak akan diperpanjang lagi. Dan ternyata karyawan tersebut baru 2 bulan menikah dimana istrinya tidak bekerja. Ekspresi wajahnya sungguh membuat saya trenyuh, terharu dan tanpa saya sadari mata saya berkaca-kaca.
Di lain sisi saya merasa bersyukur bahwa saya telah menjadi karyawan tetap di perusahaan ini, setidaknya saya masih bisa memberi nafkah bagi istri saya di tengah kondisi seperti ini. Dalam hati tak henti-hentinya saya mengucap syukur pada Allah SWT seraya berdoa semoga Allah SWT berkenan memberi rejeki yang lebih bagi karyawan-karyawan kontrak tersebut. Saya juga berpikir bahwasanya Allah pasti memberikan yang terbaik bagi hambanya, tinggal bagaimana hamba-hamba tersebut menyikapi dan memaknai pemberian-pemberian tersebut.
Di lain sisi saya merasa bersyukur bahwa saya telah menjadi karyawan tetap di perusahaan ini, setidaknya saya masih bisa memberi nafkah bagi istri saya di tengah kondisi seperti ini. Dalam hati tak henti-hentinya saya mengucap syukur pada Allah SWT seraya berdoa semoga Allah SWT berkenan memberi rejeki yang lebih bagi karyawan-karyawan kontrak tersebut. Saya juga berpikir bahwasanya Allah pasti memberikan yang terbaik bagi hambanya, tinggal bagaimana hamba-hamba tersebut menyikapi dan memaknai pemberian-pemberian tersebut.
Dari situlah saya mengambil kesimpulan, ternyata memang segala sesuatu di dunia ini saling berhubungan melalui suatu jaringan yang tak tampak. Bagaimana suatu bencana yang terjadi di belahan lain dunia memberi dampak yang luar biasa bagi kehidupan seseorang. Dampak itu akan terus berlanjut bagai bola salju, tidak hanya sekedar berakhir pada si karyawan tersebut, melainkan juga ke keluarga kecilnya, lalu akan berlanjut ke keluarga terdekatnya, tetangganya dan akan terus menerus menciptakan suatu perubahan yang mana tidak selalu negative memang, tapi pasti akan membawa perubahan bagi orang-orang terdekatnya.
Suatu hal besar yang terjadi bisa mengakibatkan suatu perubahan kecil, demikian juga sebaliknya, suatu hal atau perubahan kecil bisa mengakibatkan suatu perubahan besar.
Saya jadi teringat pada sebuah buku yang berjudul The Hidden Connections karya Fritjof Chapra, kalo saya tidak salah ingat. Juga mengingatkan saya pada sebuah judul film The Butterfly Effect dimana pada pembuka film tertulis sebuah teori yang kurang lebih berbunyi seperti ini "A butterfly flapping its wings in South America can affect the weather in Central Park". Teori yang dikemukakan oleh Edward Lorenz, seorang ahli matematika dari MIT.
Semoga kita bisa memaknai setiap peristiwa serta akibat yang ditimbulkannya dengan lebih bijak. Dan menerima semuanya sebagai suatu ketetapan Tuhan. Sekian!
Comments
Post a Comment