Debu (Bagian III)

BAGIAN 3

“Aku adalah jeram-jeram gelap yang menggolak. Bayang-bayang grafis dalam batinmu. Impianmu yang paling gelap. Bayanganmu. Aku Denawamu.”

Aku hanya terpekur kelu, mengintip takut-takut pada satu sosok yang berdiri megah didepanku. Mengapa sekarang? Mengapa tidak dulu-dulu atau nanti saja?

“Mungkin sudah saatnya aku muncul. Itu saja. Aku sudah lama dipenjara dalam kelam hatimu. Ditutupi ilusi. Dibebani perih. Dan sudah saatnya aku untuk muncul dan mengingatkan kamu bahwa aku ada. Nyata.”

Jadi? Baik, kamu sudah mengatakan isi hatimu, sekarang maukah lepaskan aku? Aku ingin kembali pada mimpi basahku.

“Tidak semudah itu. Sebelumnya kamu harus tahu bahwa aku mengatakan isi hatimu. Dan itulah yang akan terus terjadi. Seperti siklus yang terus berputar tak mengenal sang Kala, aku akan selalu ada, menempel, melekat, kekal menyatu pada dirimu.”

Aku hanya bisa memandang takjub. Wujud ini begitu besar hingga bayangannya menutupi aku.

Dan bayangannya itu semakin jelas membentuk sang bayangan yang seperti kamu yang debu. Belum hilang penat di benakku dia sudah berbicara,

“Kamu masih mengenali aku? Sang bayangan yang selalu kau sebut ketika kau menyebutku. Padahal akulah bayanganmu. Bagaimana kamu bisa melupakanku bahkan tak mau memanggilku dengan sebutan yang lebih indah, seindah ketika kau melihatku?”

Aku masih belum sanggup berkata-kata. “Bagaimana bisa ia ada disini? Lagipula apa maksud kedatangannya?” Begitu bisikku dalam hati.

“Tak usah kau bertanya begitu, aku tahu apa yang kau tanyakan, karena aku bagianmu. Memang kau manusia yang tak pernah belajar untuk mengerti. Kau tak pernah menghargai.” Dia menyerocos begitu saja.

“Bukan..bukan begitu, aku masih tidak mengerti” aku membela diri.

“Memang aku hanyalah sekedar bayangan bagimu, tapi kau tak pernah mengakui bahwa bayangan itu adalah bagian dari dirimu. Bagaimana mungkin manusia hidup tanpa bayangan, padahal aku selalu setia menemanimu. Walau hanya bagian kecil, tapi aku menyiratkan cahaya yang ada di sekelilingmu, akulah yang selalu menyesuaikan cahaya yang kau terima. Tanpa diriku kau tak akan bisa dikenali.”

Aku diam. Kebingungan yang memojokkan, merajalela dalam ruangku. “Sudahlah berhentilah bicara!!! Aku penat dengan semua ini.”

Sang bayangan berkelebat mengitari seluruh ruanganku. “Ingat aku ada dalam dirimu!!!” begitulah katanya sebelum menghilang.

Aku mematung di sudut kamar. Kepalaku terasa berat dipenuhi berbagai kejadian yang selama ini berkelebatan, semuanya bergerak acak melintas begitu cepat hingga aku tak memahaminya. Seandainya teori mesin waktu dalam film-film fiksi ilmiah itu benar, mungkin aku akan mencoba mengulangi semua kejadian ini. Tapi aku tetap tidak percaya manusia bisa menciptakan mesin waktu, karena aku pikir itu tidak masuk akal. Seperti juga kejadian-kejadian yang kualami, semua itu tak masuk akal karena jelas itu semua bukan hasil perbuatan manusia. Mesin waktu bagiku akan merusak manusia karena manusia tak punya lagi masa depan, manusia tak punya lagi harapan, manusia tak punya lagi misteri. Lalu kini benakku terus terbebani, berat. Berbagai kejadian yang kualami berkelebatan, tapi dengan putaran terbalik, seperti film yang direwind. Semuanya tergambar jelas satu-persatu. Aku terus mematung. Mematung di sudut kamar. Hingga gambar dalam benakku menunjukkan patung orang tua yang kamu berikan sebelum......Ah!!! Aku mematung persis patung orang tua itu di sudut kamar ini. Saat ini.

Comments

Popular Posts