MEMAKNAI WANITA


Wanita, sosok yang tiada pernah habis untuk dibahas, sejak dari awal keberadaan manusia, sosok ini telah mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan manusia, walau kadang masih sedikit orang yang mau mengakui fakta ini. Keberadaan manusia seperti sekarang ini tidak akan pernah ada tanpa kehadiran wanita. Boleh saja kita berpendapat bahwa kaum prialah yang lebih punya peranan, karena manusia pertama yang diciptakan adalah Adam yang berjenis kelamin pria. Namun jika kita masih memperdebatkan tentang siapa yang lebih memiliki peranan dalam kebudayaan manusia, maka kita hanya memperdebatkan sesuatu yang kosong dan tidak terlalu urgen, mengingat bahwasanya keberadaan pria dan wanita adalah untuk saling mengisi. Hawa akhirnya diciptakan oleh Tuhan sebagai pendamping Adam, sebagai pelengkap jiwanya. Jadi jika ada Adam saja maka kebudayaan manusia tidak akan tercipta seperti sekarang ini, begitu pula sebaliknya.

Terlepas dari itu semua, seiring dengan berkembangnya peradaban manusia, masalah gender ini terus-menerus muncul. Dari zaman jahiliyah di tanah arab sampai zaman Kartini di Indonesia bahkan sampai detik ini. Permasalahan gender ini pada umumnya menitik beratkan pada hak-hak wanita yang pada intinya menginginkan persamaan hak dengan pria. Sebagaimana telah saya ungkapkan di atas bahwasanya membahas wanita itu tidak akan pernah habis, maka di sini saya akan sedikit membahas permasalahan gender ini, dan akan mencoba mengupas hal-hal yang berbau wanita.

Persamaan hak, kata ini mengandung pengertian bahwa dua individu -atau kita katakan variabel saja- yang mendapatkan hak secara sama. Dalam hal persamaan hak wanita dengan pria, tentu saja kita tidak bisa menghilangkan begitu saja sifat-sifat dasar dari kedua golongan ini, yang mau tidak mau ikut memberi peranan yang cukup besar. Bolehlah kiranya kalau persamaan hak yang dimaksud hanya sekedar persaingan dalam dunia kerja, jabatan atau hak-hak yang bukan kodrati, tapi kemudian akan menjadi suatu hal yang muskil ketika wanita menuntut hak-hak yang memang tidak seharusnya. Pada dasarnya wanita dan pria telah diciptakan berbeda – tentu saja hak-hak yang didapatkan juga berbeda - , mari kita tinjau beberapa perbedaan tersebut.

Pertama, dari segi fisik jelas sekali berbeda. Secara umum fisik seorang pria biasanya identik dengan keras, gagah dan bisa melindungi, sementara fisik wanita lembut, cenderung lemah sehingga perlu mendapat perlindungan. Ini baru tinjauan secara umum, dengan tinjauan ini saja wanita telah mendapatkan hak yang tidak dimiliki laki-laki, contohnya dalam keadaan perang atau bencana dsb, yang mendapat prioritas utama untuk dilindungi adalah wanita dan anak-anak, hal ini berlaku hampir di semua negara di dunia ini. Kemudian, jika kita kaitkan dengan budaya Islam, wanita dengan sifat-sifatnya tersebut merupakan makhluk yang harus dilindungi oleh kerabat laki-lakinya.

Jika kemudian kita meninjau segi fisik lebih dalam lagi, ternyata wanita memiliki keistimewaan tubuh yang jauh berbeda dengan pria, dimana tubuh wanita selalu berproses, biasanya antara umur 9-12 wanita lebih dulu mengalami menstruasi, sebagai salah satu proses metabolisme tubuh. Di banding pria yang biasanya berkisar 12-15 tahun untuk pertama mengalami 'mimpi basah'. Kemudian tubuh wanita terus berproses, setelah menstruasi dan ketika hamil maka tubuh wanita mengeluarkan susu, sebagai makanan utama si bayi. Tidak hanya sampai disitu saja, pada umur 40-50 tahun tubuh wanita pun masih berproses dengan mengalami menopause. Demikian sekelumit keistimewaan tubuh wanita, yang oleh karenanya pantas dilindungi oleh kaum pria terutama saat masa kehamilan. Keistimewaan semua itu, sangat berbeda dengan tubuh pria, yang hanya sekali mengalami proses mimpi basah dan selanjutnya tidak berproses lagi, selain proses penuaan tentunya. Namun ada satu hal yang cukup menarik dari fakta di atas, dari sebuah penelitian terungkap bahwasanya dari semua sifat fisik seperti itu daya tahan wanita terhadap sakit ternyata jauh lebih baik dari pada kaum pria. Dari beberapa contoh di atas apakah pantas jika kemudian tuntutan persamaan hak tersebut menyangkut hal-hal kodrati tersebut?

Kedua, dari segi sifat pria dan wanita perbedaan itu juga ada. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa ada ungkapan yang mengatakan bahwa konon wanita menggunakan perbandingan 9 hati dan 1 otak dalam mengambil keputusan, sementara pria menggunakan 9 otak dan 1 hati. Maksudnya adalah dalam mengambil keputusan pria biasanya lebih menggunakan logika dibanding perasaan, sementara wanita sebaliknya. Walau kita belum tahu apakah hal itu benar tidak, tapi dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil demikian.

Sebagaimana telah saya tulis di atas, maka masalah gender ini saya cukupkan sampai di sini, sebelum saya melanjutkan bahasan berikutnya, saya hendak sedikit menyimpulkan bahwa sebenarnya dengan segala perbedaan itu justru menjadikan pria dan wanita itu sebagai suatu pasangan yang saling melengkapi, tentunya dalam ikatan cinta.


Kartini dulu memperjuangkan wanita agar mendapat pendidikan yang layak, dan bukan hanya sebagai konco wingking tentunya dengan harapan agar wanita mempunyai cara pandang baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang ia dapatkan, dan tentu saja bukan dengan tujuan untuk menolak semua hal-hal kodrati. Namun apa yang terjadi pada masa sekarang menjadi sebuah ironi yang pantas kita khawatirkan. Dengan berkembangnya kebudayaan, serta mudahnya kita mengakses informasi dari belahan dunia manapun maka proses pertukaran budaya menjadi tak terbendung lagi. Yang kemudian menjadi kegelisahan tersendiri bagi saya adalah kecenderungan wanita-wanita kita yang meniru budaya barat, dengan pakaian yang serba minim atau memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya. Walaupun kita akui itu semua tidak terkhusus pada wanita saja, melainkan kaum pria pun juga mulai terpengaruh, terutama budaya free seks. Saya berkesimpulan bahwa budaya free seks ini tidak akan tumbuh begitu saja jika para wanitanya mampu menjaga penampilannya dengan tidak mengundang niat ke arah tersebut. Pria normal mana sih yang tidak tertarik melihat lekuk-lekuk tubuh wanita yang dibalut kain ketat tersebut. Jujur sebagai pria normal saya pun cukup senang jika melihat wanita-wanita berpakaian seksi berjalan-jalan di tengah kota atau di pusat keramaian, namun di dalam hati saya merasa sedih, kasihan dan menyayangkan jika itu semua hanya untuk kebanggaan diri agar dilihat semua orang. Bagi saya keindahan wanita itu terletak dari cara mereka menutupi bentuk tubuhnya, serta keluwesan gerak dan kecerdasan yang anggun. Bukan dari putihnya betis dan merahnya bibir.

Yang kemudian menjadi pertanyaan apakah wanita-wanita zaman sekarang lebih mementingkan penampilan luar yang mewah tanpa disertai intelektual dan nilai moral? Tentunya saya harap tidak demikian. Mengingat akhir-akhir ini banyak sekali wanita yang berpenampilan seperti ini –bahkan kalau kita mau akui, atau perhatikan wanita sekarang hampir berpakaian atau bergaya sama- saya menjadi merasa ngeri. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa rusak tidaknya suatu bangsa tergantung pada rusak tidaknya kaum wanitanya. Semoga nantinya wanita-wanita bangsa ini masih bisa mempertahankan kehormatannya dan menjadikan diri mereka sebagai sosok yang pantas disucikan dengan tidak mengumbar auratnya kemudian menjadi bangga dengannya, semoga wanita-wanita kita memahami kodratnya dan tidak terpengaruh dengan budaya yang justru merendahkan martabat kewanitaannya, semoga….

Sebagai penutup saya ingin sedikit berkomentar, bahwasanya merupakan suatu anugerah bagi seorang pria ketika mendapatkan wanita yang tulus, serta memahami kodratnya sebagai wanita. Dan bahwasanya suatu kehormatan bagi wanita ketika dia mampu menjadi anugerah bagi pria yang memilih dan dipilihnya. Semoga kelak kita semua menikmati sejuknya cinta.

Comments

Popular Posts